Selasa, 25 Oktober 2016

DAERAH IRIGASI KRUENG PASE KABUPATEN ACEH UTARA



Makalah Irigasi dan Drainase

DAERAH IRIGASI KRUENG PASE KABUPATEN ACEH UTARA

Disusun oleh :

Desilia Martinda
1405101050082

 


 




FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
DARUSSALAM – BANDA ACEH
2016



BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan sektor pertanian yang merupakan salah satu sektor prioritas di Kabupaten Aceh Utara, dilakukan melalui melalui pengembangan sistem irigasi sebagai penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air untuk menunjang pertanian rakyat. Saat ini, di Kabupaten Aceh Utara telah dilayani oleh 5 (lima) Daerah Irigasi yaitu:
1. DI Jambo Aye yang melayani Kabupaten Aceh Utara, luas potensial 15.880 dengan luas fungsional 14.062 Ha (88,55 % dari luas potensial), status jaringan teknis;
2. DI Alue Ubay, luas potensial 4.143 dengan luas fungsional 2.999 Ha (72.39 % dari luas potensial), status jaringan teknis;
3. DI Kr. Pase Kanan, luas potensial 5.083 dengan luas fungsional 4.863 Ha (95,67 % dari luas potensial), status jaringan semi teknis;
4. DI Kr. Pase Kiri, luas potensial 3.308 dengan luas fungsional 3.000 Ha (90,69 % dari luas potensial), status jaringan semi teknis;
5. DI Kr. Tuan, luas potensial 2.226 dengan luas fungsional 1.892 Ha (88,00 % dari luas potensial), status jaringan teknis.
Bangunan utama dari DI Kr. Pase Kanan dan DI Kr. Pase Kiri adalah Bendung Krueng Pase yang dibangun sebelum tahun 1945. Bendung Krueng Pase didesain untuk mengaliri lahan persawahan seluas 8.391 ha yang tersebar di 8 (delapan) kecamatan, dengan sumber air baku berasal dari Krueng/Sungai Pase.
Bendung Krueng Pase mengalami kerusakan yang sangat berat pada tanggal 23 April 2008 malam, disebabkan konstruksi bangunan tidak dapat menahan arus sungai yang menguat akibat curah hujan yang tinggi ( lahan seluas 7.863 ha terancam tidak dapat berproduksi). Dengan produktifitas padi rata-rata 5 ton/ha dan dua kali masa panen dalam setahun, diperkirakan Kabupaten Aceh Utara akan kehilangan 76.834 ton produksi padi atau 27,4 % dari total produksi Kabupaten Aceh Utara. Disamping itu, kerawanan dan keresahan sosial-ekonomi diperkirakan akan terjadi pada + 26.000 Rumah Tangga Pertanian yang tergantung pada layanan DI Pase Kanan dan DI Pase Kiri.
Pada tahap awal proses pembangunan Bendung Krueng Pase, Pemerintah Kabupaten Aceh Utara akan segera melakukan Detail Engineering Desain (DED) yang dibiayai oleh APBD Kabupaten Aceh Utara Tahun 2008. Pekerjaan DED ini akan selesai pada bulan November 2008, untuk dilanjutkan dengan Tahap Konstruksi. Pada tahap konstruksi Pemerintah Kabupaten Aceh Utara mengharapkan subsidi dari APBN Tahun 2009.

1.2. Tujuan
Untuk mengetahui bentuk bendungan serta model irigasi Krueng Pase yang ada di Kabupaten Aceh Utara serta bagaimana system irigasi dan apa fungsinya bagi para petani.


BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Sejarah irigasi di Indonesia telah cukup panjang. Yang pertama kali dimulai pada zaman Hindu yang ditunjukkan pada pertanian padi sistem Subak di Bali, sistem Tuo Banda di Sumatera Barat, sistem Tudang Sipulung di Sulawesi Selatan dan sistem kalender pertanian Pranatamangsa di Jawa. Yang kemudian dilanjutkan pada masa penjajahan Belanda serta di zaman Indonesia membangun (Suyana, 1999)
Saluran irigasi teknis dibangun ditunjukkan dengan adanya sekat sebagai saluran tempat mengalirnta air. Untuk mengatur volume dan kecepatan air, saluran harus dibagi-bagi. Adanya kotoran dan sampah yang tertimbun juga dapat mengganggu aliran air. Saluran air juga dapat membendung jika terjadi banjir sewaktu-waktu (Wirawan,1991).
Analisis kebutuhan air irigasi merupakan salah satu tahap penting yang diperlukan dalam perencanaan dan pengelolaan sistern irigasi. Kebutuhan air tanaman didefinisikan sebagai jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman pada suatu periode untuk dapat tumbuh dan produksi secara normal. Kebutuhan air nyata untuk areal usaha pertanian meliputi evapotranspirasi (ET), sejumlah air yang dibutuhkan untuk pengoperasian secara khusus seperti penyiapan lahan dan penggantian air, serta kehilangan selama pemakaian. Kemampuan pengukuran debit aliran sangat diperlukan untuk merancang sistem irigasi serta mengetahui potensi sumberdaya air di suatu wilayah DAS. Debit aliran dapat dijadikan sebuah alat untuk memonitor dan mengevaluasi neraca air suatu kawasan melalui pendekatan potensi sumber daya air permukaan yang ada (Sudjarwadi 1990).


BAB III. PEMBAHASAN
Lokasi Bendung Krueng Pase yang lama terletak di Desa Mandai Kecamatan Nibong Kabupaten Aceh Utara (X = 299483; Y = 559089), dengan daerah layanan meliputi Kecamatan:

1) Kecamatan Tanah Luas;
2) Kecamatan Matangkuli;
3) Kecamatan Nibong;
4) Kecamatan Meurah Mulia;
5) Kecamatan Samudera;
6) Kecamatan Syamtalira Bayu;
7) Kecamatan Syamtalira Aron;
8) Kecamatan Tanah Pasir;
9) Kecamatan Blang Mangat - Pemerintah Kota Lhokseumawe.

Secara umum, pola aliran sungai berbentuk seperti urat daun (dendritic) dengan sifat intensitas aliran sungai bersifat menahun (perennial). Sebagian besar pada bagian hulu sungai memiliki tingkat derajat kemiringan dasar sungai (i) relatif besar, sehingga kecepatan aliran menjadi tinggi. Sementara pada bagian hilir i relatif kecil (landai), sehingga kecepatan aliran menjadi kecil, yang menyebabkan terjadinya sedimen.
Tabel 1: Panjang dan Luas DAS pada SWS Pase-peusangan di Kab. Aceh Utara
Sungai/Krueng
Panjang (Km)
Luas DAS
(Km2)
Lebar (m)
Kemiringan rata-rata (i)
Hulu
Tengah
Hilir
SWS Pase-Peusangan






1) Pase
101,35
336,00
52,1
55,6
58,0
0.00427
2) Keureuto
99,60
264,00
61,1
65,2
68,0
0,00136
3) Tuan
32,61
123,80
20,7
22,1
23,0
0,00415
4) Mane
18,52
486,20
70,1
74,8
78,0
0,00219
Sumber: Diolah dari Data sungai SKNVT PBPP Prov. NAD 2006 & Peta Dasar Bakosurtanal
Tutupan lahan pada ke 4 (empat) Daerah Aliran Sungai/Krueng diatas terdiri dari hutan, lahan pertanian/perkebunan dan lahan terbuka. Tingginya aktifitas pembukaan/konversi lahan pada daerah hulu, menyebabkan catchment area menjadi rusak. Ini dapat dirasakan dan dilihat dari perbedaan ekstrim yang terjadi antara musim hujan dengan musim kemarau. Pada musim hujan, aliran air permukaan (runoff) menjadi sangat besar dan tidak dapat ditampung oleh badan sungai, sehingga seringkali terjadi bencana banjir. Sementara pada musim kemarau, debit air menjadi sangat kecil. Kondisi ini sangat memprihatinkan, mengingat dari 3 (tiga) DAS diantaranya merupakan sumber air bagi bendung daerah irigasi di Kabupaten Aceh Utara, yaitu Krueng Pase, Krueng Keureuto, dan Krueng Tuan.
Tabel 2: Debit dan Potensi Air pada SWS Pase-peusangan di Kab Aceh Utara
Sungai/Krueng
Debit (m3/det)
Elevasi
Potensi Air m3/Tahun (Juta)
Luas Genangan/ Banjir (Ha)
Max
Min
Rata2
Mata Air
Bendung
SWS Pase-Peusangan







1) Pase
809,00
8,09
88,90
G.Kapal +2500
Kr. Pase+21,25
2.804
1.021,00
2) Keureuto
408,69
31,00
39,48
G.Tungku tige +1700
Alue Ubay+39,08
1.245
3.741,00
3) Tuan
119,30
11,90
18,60
G.Salak +800
Kr. Tuan
+24
587
123,00
4) Mane
12,60
1,30
2,68


85
48,00
Sumber: Diolah dari Data sungai SKNVT PBPP Prov. NAD 2006
  
Kondisi Daerah Irigasi Bendung Krueng Pase
1. Daerah Irigasi Pase Kanan
Daerah Irigasi Krueng Pase Kanan terletak di Kecamatan Tanah Luas, Samudera, Syamtaliara Aron, Tanah Pasir, dan sebagian kecamatan Matang Kuli, direncanakan mengailiri 5.083 ha lahan persawahan. Bendung DI Krueng Pase Kanan adalah Bendung Pase yang merupakan juga bendung DI Krueng Pase Kiri. Sumber air Bendung Pase dari Krueng Pase, yang berdasarkan data SKNVT PBPP Provinsi NAD memiliki debit rata-rata 88,90 m3/detik, dengan potensi air 2.804 juta m3/tahun. Adapun hasil inventarisasi dan evaluasi pada Daerah Irigasi Pase Kanan yang dilakukan oleh Dinas Sumber Daya Air pada tahun 2005, sebagai berikut:
 Berdasarkan jaringan irigasi yang telah terbangun, luas petak tersier yang mampu dilayani adalah 3.635 ha atau 72 % dari yang direncanakan.
 Dari panjang saluran primer 12.597,56 meter, 62 % atau 7.857,59 meter diantaranya mengalami kerusakan ringan hingga berat akibat sedimentasi dan longsoran.
 Panjang saluran sekunder 61.011,15 meter, yang telah mengalami kerusakan sepanjang 41.967,30 meter atau 69 %.
 Kinerja bangunan yang ada masih relatif sangat baik (rata-rata diatas 80%), sedang untuk bendung (70 %), dan saluran primer serta sekunder relatif cukup baik (rata-rata diatas 60 %). Namun untuk jalan inspeksi masih sangat buruk (rata-rata 32 %), bahkan 38 % atau 27.943,39 meter saluran sekunder yang ada tidak memiliki jalan inspeksi.
2. Daerah Irigasi Pase Kiri
Daerah Irigasi Krueng Pase Kiri terletak di Kecamatan Syamtalira Bayu, dan Meurah Mulia, direncanakan mengailiri 3.308 ha lahan persawahan. Bendung DI Krueng Pase kiri adalah Bendung Pase yang juga dimanfaatkan oleh DI Krueng Pase Kanan. Adapun hasil inventarisasi dan evaluasi pada Daerah Irigasi Pase Kiri yang dilakukan oleh Dinas Sumber Daya Air pada tahun 2005, sebagai berikut:
 Berdasarkan jaringan irigasi yang telah terbangun, luas petak tersier yang mampu dilayani adalah 3.041,76 ha atau 92 % dari yang direncanakan.
 Dari panjang saluran primer 10.795,23 meter, 44 % atau 4.720,37 meter diantaranya mengalami kerusakan ringan akibat sedimentasi dan longsoran.
 Panjang saluran sekunder 55.908,20 meter, yang telah mengalami kerusakan ringan hingga berat sepanjang 48.681,55 meter atau 87 %.
 Kinerja bangunan pada saluran primer yang ada masih relatif baik (76%), sedang untuk bangunan pada saluran sekunder rata-rata relatif buruk (55 %), dan saluran primer serta sekunder relatif cukup baik (rata-rata diatas 60 %). Kondisi jalan inspeksi masih buruk, serta 4.496,90 meter saluran sekunder yang ada belum memiliki jalan inspeksi.

Rencana Pembangunan Baru Bendung Krueng Pase
1. Analisis Teknis
Pembangunan kembali Bendung Pase haruslah berdaya guna optimal, efisien dan berkualitas, untuk itu penentuan lokasi bendung semestinya dilakukan dengan perencanaan baik, apakah ditempat yang lama atau dicari lokasi alternatif yang baru, bentuk pemikiran ini timbul dengan melihat ratusan hektar lahan DI Pase yang selama ini dipasok melalui pompa, demikian juga akan diusulkannya areal yang berada di atas elevasi jaringan irigasi Pase untuk dapat diairi melalui system irigasi Pase, adapun lahan ini berada di kiri Krueng Pase luas 1200 Ha dan di kanan Krueng Pase luas 800 Ha. Dengan menaikkan elevasi mercu lebih kurang 1 meter (secara teknis lokasi bendung akan berada lebih kurang 4 Km di hulu bendung lama) diharapkan akan ada beberapa keuntungan antara lain:
 Diharapkan pondasi bendung baru akan lebih kuat daya dukungnya mengingat tanah asli pada bendung lama sudah dalam keadaan terganggu yang akan membutuhkan biaya tinggi untuk perbaikan pondasi/foundation improvement;
 Dapat dipilih lokasi bendung pada tempat yang kering pada kopur sungai, tentu biaya dapat dihemat karena lokasi ini tidak membutuhkan coffering dam, pompa-pompa dan peralatan lainnya untuk pekerjaan dewatering, kebalikan dengan lokasi bendung lama;
 Dengan naiknya elevasi mercu maka areal yang selama ini dibantu dengan pompa akan dapat diairi secara gravitasi, demikian juga akan ada peningkatan areal dari potensial menjadi fungsional karena adanya peningkatan debit dan sekaligus penambahan/intensifikasi areal baru seluas 2000 Ha, yakni pada DI Pase Kanan 800 Ha dan DI Pase Kiri 1200 Ha.
2.      Komposisi Areal
Dengan naiknya elevasi intake lebih kurang +1.00 meter, dengan berpindahnya lokasi bendung ke arah hulu sejauh 3,457 Km, maka lahan di kanan kiri Krueng Pase yang berada di sebelah Barat areal lama yang nantinya akan dilalui oleh saluran primer rencana secara topografi dipastikan menjadi areal pengembangan /ekstensifikasi dengan luas areal mencapai 2.000 Ha, yakni bakal lahan DI Pase Kanan =1.200 Ha dan bakal lahan Pase Kiri =800 Ha.
Tabel 3 : Komposisi Areal, berdasarkan lokasi Bendung Pase dibangun
Elevasi Mercu
Luas Areal Potensial
Luas Areal Fungsional
Keterangan
Pase Kanan
Pase Kiri
Pase Kanan
Pase Kiri
Eksisting
+23.00
5,083 Ha
3,308 Ha
3,635 Ha
3,042 Ha



8,391 Ha
6,677 Ha








Baru
+24.00
5,083 Ha
3,308 Ha
4,726 Ha
3,308 Ha
peningkatan SS Serba Jaman






& Saluran Pompa


800 Ha
1,200 Ha
800 Ha
1,200 Ha
areal tambahan/intensifikasi









5,883 Ha
4,508 Ha
5,526 Ha
4,508 Ha
total areal per DI


10,391 Ha
10,034 Ha









Estimasi Rencana Anggaran Biaya
Pembangunan Bendung Pase baru, dengan luas layanan areal = 10.391 Ha, akan juga dilengkapi dengan pembangunan jaringan irigasi baru, seperti konstruksi saluran primer sepanjang 12,00 Km, saluran sekunder 16,00 Km dan jaringan tersier seluas 2.000 Ha.
Untuk Tahap I, yakni tahapan untuk memfungsikan kembali jaringan irigasi eksisting (8.391 Ha) adalah pembangunan Bendung, Saluran Primer 5,00 Km, Tahap II dan seterusnya adalah tahapan pengembangan areal yang sudah dapat dilayani oleh Bendung Pase baru.
Tabel 4: Estimasi Kebutuhan Biaya Pengembangan Bendung Krueng Pase
No
Item Pekerjaan
Volume
Satuan
Harga Satuan (Rp,-)
Jumlah (Rp,-)
1.
Konstruksi Bangunan Utama Bendung Pase
1
Ha
45.000.000.000
45.000.000.000
2
Konstruksi Saluran Primer dan Bangunannya (Tahap I)
5.000
m’
5.000.000
25.000.000.000
3
Konstruksi Saluran Primer dan Bangunannya (Tahap I)
7.000
m’
5.000.000
35.000.000.000
4
Konstruksi Saluran Sekunder dan Bangunannya (Tahap II)
16.000
m’
2.500.000
40.000.000.000
5
Konstruksi Saluran Tersier (Tahap II)
2.000
m’
5.000.000
10.000.000.000
6
Konstruksi Jalan Inspeksi (Tahap III)
14,000
m'
500,000.00
7,000,000,000
7
Konstruksi Saluran Pembuang & Bangunannya (Tahap III)
12,000
m'
500,000
6,000,000,000
Total
168.000.000.000
Luas Areal (Ha)
2.000
Harga per Ha
84.000.000

Estimasi Rencana Anggaran Biaya
Penambahan areal dan peningkatan areal potensial menjadi areal fungsional menjadi parameter benefit yang akan menentukan layak tidaknya proyek ini ditinjau dari sudut ekonomi, disamping itu biaya konstruksi yang masuk dalam parameter cost juga memegang peranan penting ini dapat dilihat dari semakin efisiennya penggunaan cost ini maka B/C ratio dan EIRRnya akan semakin tinggi
Perhitungan yang berdasarkan parameter biaya konstruksi dengan jangka waktu pembangunan 5 Tahun Anggaran dan parameter benefit proyek yang akan diperoleh selama 30 Tahun pengelolaan irigasi, dengan interest rate 12 %.
Tabel 5: Hasil perhitungan; B/C dan EIRR
Indikator
NPV (i = 12%)
B/C
EIRR
(i = 12 %)




Nilai
6,299
1.05
12.89%




B/C ratio > 1;              EIRR > 12%
Juga dilakukan perhitungan kelayakan proyek apabila terjadi pembengkakan kondisi pembiayaan sebesar 10% maupun 20%, juga disertai perhitungan apabila terjadi pengurangan kondisi keuntungan yang berkisar pada angka 10% dan 20%.
Tabel 6: Hasil perhitungan sensivitas EIRR
Kondisi
Kondisi Pembiayaan
Keuntungan
Dasar
+10%
+20%
Dasar
11.71%
12.86%
12.83%
-10%
11.74%
11.71%
11.68%
-20%
10.51%
10.48%
10.45%




BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa :
1.      Secara umum, pola aliran sungai berbentuk seperti urat daun (dendritic) dengan sifat intensitas aliran sungai bersifat menahun (perennial).
2.      Tingginya aktifitas pembukaan/konversi lahan pada daerah hulu, menyebabkan catchment area menjadi rusak. Ini dapat dirasakan dan dilihat dari perbedaan ekstrim yang terjadi antara musim hujan dengan musim kemarau.
3.      Dengan naiknya elevasi intake lebih kurang +1.00 meter, dengan berpindahnya lokasi bendung ke arah hulu sejauh 3,457 Km, maka lahan di kanan kiri Krueng Pase yang berada di sebelah Barat areal lama yang nantinya akan dilalui oleh saluran primer rencana secara topografi dipastikan menjadi areal pengembangan /ekstensifikasi dengan luas areal mencapai 2.000 Ha, yakni bakal lahan DI Pase Kanan =1.200 Ha dan bakal lahan Pase Kiri =800 Ha.
4.2.   Saran
Dengan fasilitas Irigasi yang cukup memadai seharusnya apa yang telah diberikan oleh pemerintah untuk pemenuh kebutuhan kegiatan pertanian dapat kita jaga. Atau bahkan akan lebih baik jika kita kembangkan secara bersama untuk menjaga dan memperbaiki segala sesuatu untuk dapat lebih berfungsi secara maksimal sehingga kegiatan pertanian khususnya lahan persawahan dapat menghasilkan produksi yang maksimal dengan tersedianya fasilitas irigasi yang baik.


DAFTAR PUSTAKA
Sudjarwadi. 1990. Teori dan Praktek Irigasi. Pusat Antar Universitas Ilmu Teknik, UGM. Yogyakarta.
Suyana. 1999. Evaluasi Sumbangan Hara dan Kualitas Air dari Irigasi Bengawan Solo. Laporan Penelitian, Lembaga Penelitian Universitas Negeri Sebelas Maret. Surakarta.
Wirawan. 1991. Pengembangan dan Pemanfaatan Lahan Sawah Irigasi, hal 141 – 167. Dalam E. Pasandaran (edt). Irigasi di Indonesia Strategi dan Pengembangan. LP3ES. Jakarta.